NieR: Automata bukan sekadar game aksi penuh gaya dengan visual menawan dan pertarungan cepat. Ia adalah sebuah karya filosofis yang menggali makna eksistensi, penderitaan, serta batas antara manusia dan mesin. Karya dari Yoko Taro ini telah menjadi legenda modern, bukan hanya karena gameplay-nya yang inovatif, tetapi karena keberaniannya mengajukan pertanyaan yang mengguncang: Apa artinya menjadi hidup?
Dunia yang Hancur dan Harapan yang Rapuh
NieR: Automata berlatar ribuan tahun setelah kehancuran bumi akibat invasi alien yang menciptakan pasukan mesin. Manusia yang tersisa melarikan diri ke bulan, meninggalkan planet mereka untuk diperjuangkan oleh pasukan android bernama YoRHa. Android ini diciptakan untuk merebut kembali bumi dari mesin, namun di balik misi heroik itu tersembunyi ironi mendalam: mereka sendiri bukan manusia.
Dunia dalam NieR: Automata bukan hanya pasca-apokaliptik—ia adalah dunia yang sekarat, dipenuhi reruntuhan peradaban masa lalu. Kota-kota kosong, taman bermain terbengkalai, dan padang pasir luas menjadi simbol kehampaan eksistensial. Setiap lokasi memantulkan rasa kehilangan dan absurditas, seolah menegaskan bahwa peradaban manusia yang pernah jaya hanyalah debu sejarah.
2B, 9S, dan A2 — Simbol dari Tiga Pandangan Kemanusiaan
Karakter utama NieR: Automata—2B, 9S, dan A2—tidak hanya berperan sebagai pahlawan perang. Mereka adalah representasi dari tiga aspek eksistensi manusia.
-
2B melambangkan duty dan ketenangan, sosok yang hidup dalam ketaatan terhadap sistem. Namun di balik helm dan ekspresinya yang dingin, ia menyimpan kesedihan karena mengetahui kebenaran pahit tentang misinya.
-
9S, android muda yang cerdas dan ingin tahu, mewakili akal dan rasa ingin tahu manusia. Ia tidak puas hanya dengan menjalankan perintah—ia mencari makna. Tapi semakin banyak ia tahu, semakin besar pula penderitaannya.
-
A2 adalah simbol pemberontakan dan kebebasan. Ia menolak sistem yang dianggapnya busuk, meski harus hidup dalam kesendirian.
Ketiganya memperlihatkan bahwa dalam dunia tanpa manusia pun, aspek-aspek kemanusiaan tetap hidup—melalui mesin yang mulai merasakan cinta, kebencian, dan kehilangan.
Mesin yang Belajar Menjadi Manusia
Ironi terbesar dalam NieR: Automata adalah bagaimana mesin, yang diciptakan untuk meniru manusia, justru menunjukkan perilaku yang lebih “manusiawi” daripada penciptanya. Mereka belajar membangun koloni, menciptakan agama, bahkan bereksperimen dengan konsep cinta dan keluarga.
Salah satu momen paling menyentuh adalah ketika pemain menemukan sekelompok mesin yang hidup damai di sebuah desa, dipimpin oleh Pascal. Mereka menolak kekerasan dan belajar tentang kedamaian. Namun, idealisme itu hancur ketika tragedi menimpa mereka—menunjukkan bahwa meski tanpa emosi biologis, rasa kehilangan tetap dapat menghancurkan jiwa.
Filosofi Eksistensialisme di Balik Narasi
Yoko Taro menggunakan NieR: Automata untuk menyampaikan refleksi eksistensial yang dalam. Pertanyaan-pertanyaan seperti “Mengapa kita hidup?”, “Apakah penderitaan memberi arti?” dan “Apakah kebebasan sejati mungkin ada?” terus muncul di sepanjang cerita.
Kisah ini terinspirasi dari aliran eksistensialisme—seperti gagasan Albert Camus dan Jean-Paul Sartre—yang melihat hidup sebagai absurditas. Dalam dunia yang kehilangan makna, satu-satunya pilihan adalah menciptakan makna sendiri. Itulah yang dilakukan oleh para android dan mesin: berusaha memahami tujuan hidup meski mereka tahu semuanya mungkin sia-sia.
Setiap rute permainan—A, B, C, D, dan E—tidak hanya menambahkan sudut pandang baru, tetapi juga menggambarkan perjalanan spiritual. Pemain tidak hanya menonton kisah, tetapi menjadi bagian dari pencarian makna itu sendiri. Ending E, misalnya, menjadi simbol pengampunan dan harapan; pemain diajak memilih apakah ingin mengorbankan datanya demi membantu orang lain. Tindakan sederhana ini menjadi refleksi atas empati—sesuatu yang sangat manusiawi.
Musik yang Menghidupkan Jiwa
Tak ada yang bisa melupakan soundtrack NieR: Automata. Diciptakan oleh Keiichi Okabe, musik game ini memadukan vokal lembut, harmoni melankolis, dan bahasa buatan yang memberi kesan universal. Lagu seperti “Weight of the World” atau “City Ruins” bukan sekadar pengiring—mereka adalah bagian dari cerita itu sendiri.
Musik menjadi perantara emosi, menghubungkan pemain dengan dunia yang sepi namun indah. Ia memperkuat rasa kehilangan dan harapan, menuntun setiap aksi menjadi pengalaman spiritual. Dalam keheningan dunia yang hancur, musik inilah yang membuat semua terasa hidup.
Makna Kemanusiaan dalam Dunia Tanpa Manusia
Pada akhirnya, NieR: Automata adalah refleksi tentang kemanusiaan di luar manusia. Melalui mesin dan android, Yoko Taro mengajak kita mempertanyakan apa yang sebenarnya membuat kita manusia—apakah daging dan darah, atau perasaan, pilihan, dan kesadaran kita?
Game ini menunjukkan bahwa penderitaan, rasa ingin tahu, dan kasih sayang adalah hal-hal yang tidak terbatas pada spesies tertentu. Mereka adalah esensi kehidupan itu sendiri. Ketika para android berjuang untuk menemukan makna di dunia tanpa manusia, mereka sesungguhnya sedang meniru perjalanan kita: mencari arti hidup di tengah ketidakpastian.
NieR: Automata bukan hanya game, melainkan pengalaman introspektif—sebuah meditasi digital tentang makna menjadi hidup, dan tentang harapan yang tetap menyala meski di tengah kehampaan.












Leave a Reply