SMSCITY8

Nikmati Platform Game Online Terkemuka di Indonesia dengan Berbagai Keseruan di Dalamnya

SOMA: Horor Eksistensial tentang Identitas dan Kesadaran di Dunia Pasca-Manusia

SOMA horor eksistensial

SOMA: Ketika Kesadaran Tidak Lagi Milik Manusia adalah sebuah perjalanan horor eksistensial yang menantang konsep identitas, kesadaran, dan makna menjadi manusia di dunia pasca-manusia. Sejak awal, game ini membawa pemain ke dalam atmosfer gelap dan penuh pertanyaan filosofis, membuat topik mengenai batas antara manusia dan mesin langsung terasa kuat. SOMA bukan hanya menawarkan ketegangan, tetapi juga refleksi mendalam tentang apa yang sebenarnya membuat seseorang disebut “hidup”.

Di tengah popularitas game horor yang mengandalkan sensasi kaget, SOMA tampil berbeda. Ia mengandalkan ketidakpastian, dilema moral, dan ketegangan psikologis yang dalam. Baca Juga: Layers of Fear: Seni, Gila, dan Imajinasi memberikan gambaran bagaimana horor psikologis dapat bekerja tanpa harus bergantung pada monster visual. SOMA mengambil pendekatan serupa, tetapi membawanya ke tingkat eksistensial.

Berada di bawah bendera Frictional Games—studio yang terkenal dengan Amnesia—SOMA menghadirkan pengalaman yang lebih matang, filosofis, dan kontemplatif. Dalam dunia di mana manusia telah lama lenyap, kesadaran digital, mesin, dan sisa-sisa peradaban saling bertabrakan, memunculkan pertanyaan: apakah menjadi manusia berarti hidup dalam tubuh biologis, atau kesadaran adalah satu-satunya yang penting?

Dunia Pasca-Manusia yang Penuh Misteri

Game ini membawa pemain ke PATHOS-II, sebuah fasilitas penelitian bawah laut yang rusak dan terisolasi. Di antara suara gemuruh laut, struktur yang rapuh, dan perangkat yang sudah usang, pemain mulai mengungkap kenyataan pahit: dunia telah berakhir. Sebuah bencana global menghancurkan permukaan bumi, menyisakan PATHos-II sebagai sisa terakhir peradaban manusia. Namun, di fasilitas inilah misteri justru menjadi semakin rumit.

SOMA sangat menekankan suasana. Lampu yang redup, koridor sempit, dan suara mesin tua menciptakan rasa tak nyaman yang terus membayangi. Tetapi atmosfer ini bukan sekadar dekorasi. Ia mencerminkan kondisi eksistensi baru yang kacau: dunia di mana manusia tak lagi menjadi pusat.

Keunikan SOMA terletak pada pendekatannya yang subtil. Pemain tidak dibanjiri penjelasan. Informasi diberikan perlahan—melalui rekaman audio, terminal komputer, dan percakapan singkat dengan entitas misterius. Semakin jauh pemain menjelajah, semakin jelas bahwa PATHOS-II menyimpan pertanyaan besar tentang apa yang tersisa dari kemanusiaan ketika tubuh manusia tak lagi menjadi rumah bagi kesadaran.

Identitas yang Rapuh dan Kesadaran yang Terpisah dari Tubuh

Pertanyaan terbesar SOMA adalah: apa artinya menjadi manusia? Game ini menantang konsep identitas melalui sudut pandang Simon, sang karakter utama yang tanpa sadar menjadi bagian dari eksperimen besar tentang kesadaran. Simon bukan sekadar individu yang tersesat—dia adalah representasi dari setiap manusia yang bertanya tentang jati dirinya di tengah dunia yang sedang runtuh.

Di SOMA, tubuh biologis bukan lagi syarat untuk “hidup”. Kesadaran dapat disalin, ditempatkan di mesin, atau dipindahkan ke wadah digital. Akibatnya, konsep kepribadian menjadi rumit: apakah salinan kesadaran masih merupakan individu yang sama? Jika tubuh hanyalah wadah, sejauh apa nilai kemanusiaan bertahan?

SOMA tidak memberikan jawaban mutlak. Sebaliknya, game ini secara konsisten memaksa pemain untuk menghadapi dilema moral:

  • Apakah kesadaran yang terjebak dalam tubuh mekanis masih layak disebut manusia?

  • Jika sebuah entitas merasa hidup, apakah ia benar-benar hidup?

  • Ketika salinan diri diciptakan, apakah individu awalnya masih “sama”?

Filosofi ini menjadikan SOMA terasa seperti perpaduan unik antara fiksi ilmiah dan eksistensialisme. Di satu sisi, teknologi membuka kemungkinan baru bagi keberadaan manusia. Di sisi lain, ia menghancurkan kejelasan yang pernah dimiliki manusia tentang identitas.

Teror Psikologis Tanpa Harus Bergantung pada Monster

Walaupun SOMA merupakan game horor, fokus utamanya bukan pada bentuk fisik ancaman. Monster memang ada, tetapi bukan pusat cerita. Teror sejati terletak pada ketidakpastian, kehampaan, dan dilema moral. Setiap sudut PATHOS-II mengingatkan pemain bahwa dunia ini telah dulu dimiliki manusia, namun kini hanya menyimpan sisa-sisa ingatan mereka.

Ketika pemain menyadari bahwa mereka berinteraksi dengan entitas yang dahulu manusia, ketakutan baru muncul: kenyataan bahwa batas antara manusia dan mesin begitu tipis. Baca Juga: Silent Hill 2: Narasi Psikologis yang Tak Terlupakan menjadi refleksi bagus untuk memahami bagaimana horor emosional dapat meninggalkan dampak mendalam tanpa tindakan fisik yang berlebihan.

SOMA memaksimalkan ketakutan melalui ketegangan emosional:

  • Keputusan yang berdampak pada entitas yang merasa “hidup”

  • Percakapan yang mengungkap kesedihan dan trauma

  • Kesadaran bahwa pemain bukanlah apa yang mereka kira

  • Situasi yang menempatkan eksistensi sebagai musuh terbesar

Inilah alasan mengapa SOMA begitu dihargai. Monster hanyalah simbol dari kegagalan dunia, sementara ketakutan terbesarnya adalah konsep tentang diri sendiri.

Dilema Moral yang Mencengkeram dan Menghantui

Setiap tindakan dalam SOMA: horor eksistensial terasa bermakna. Ketika pemain harus memutuskan apakah sebuah kesadaran mekanis layak dipertahankan atau dimatikan, game ini memaksa pemain untuk memilih sisi kemanusiaannya. Padahal, dalam dunia pasca-manusia ini, makna “kemanusiaan” sendiri sudah kabur.

Pilihan-pilihan ini bukan hanya sekadar gameplay. Mereka adalah refleksi moral:

  • Apakah lebih baik membiarkan entitas hidup dalam penderitaan, atau mematikannya sebagai bentuk belas kasih?

  • Bisakah seseorang dianggap “hidup” jika ia tidak menyadari bahwa dirinya hanyalah salinan?

  • Siapa yang memiliki hak untuk menentukan nilai suatu kehidupan?

SOMA tidak akan menuntun atau menilai pemain. Tetapi setelah game selesai, perasaan bersalah atau bingung seringkali menghantui, seolah pilihan itu masih beresonansi di luar layar.

Penutup yang Mengguncang dan Menyisakan Pertanyaan

Akhir SOMA dikenal sebagai salah satu penutup paling kuat dalam video game modern. Bukan karena twist besar, tetapi karena bagaimana game ini memaksa pemain menghadapi kenyataan pahit dari eksistensinya sendiri. Banyak pemain keluar dari SOMA: horor eksistensial dengan pertanyaan mendalam:

  • Apa arti keberlanjutan?

  • Apakah kesadaran setara dengan jiwa?

  • Jika dunia hancur, apakah manusia masih bisa disebut manusia?

Dengan cara yang menghantui dan menyentuh, SOMA tidak hanya meninggalkan tanda sebagai game horor, tetapi sebagai diskusi filosofis interaktif yang sangat berani.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *